PERISTIWA PENTING SEBELUM LAHIRNYA SUMPAH PEMUDA

 

PERISTIWA PENTING SEBELUM LAHIRNYA SUMPAH PEMUDA

Penulis : Maryam Hidayah Masoodi (8I)
Penyunting: Mochammad Nurul Irtifak 

Sumpah Pemuda merupakan salah satu momen bersejarah yang memainkan peran kunci dalam mempersatukan pemuda Indonesia. Sumpah ini diucapkan oleh pemuda-pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928, yang kemudian diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda.  



Perjalanan lahirnya Sumpah Pemuda berawal dari keprihatinan pemuda Indonesia akan sifat kedaerahan yang membuat kekuatan perjuangan mengusir penjajah terpecah-pecah. Akhirnya mereka merasa perlu untuk bersatu demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan mengadakan Kongres Pemuda.

         Kongres Pemuda sempat diadakan beberapa kali. Kongres Pemuda I diprakarsai sekaligus diketuai oleh Mohammad Tabrani Soerjowitjitro. Kongres Pemuda I dilaksanakan di Gedung Lux Orientis di Jakarta, pada 30 April - 3 Mei 1926. Dalam kongres ini, Muh. Yamin diminta oleh ketua untuk membuat makalah sebagai rumusan ketika kongres berlangsung, yang walaupun awalnya menolak, akhirnya beliau pun bersedia menyusunnya. Rumusan Muh. Yamin dalam makalahnya semuanya disetujui oleh Tabrani, kecuali satu, yakni “Berbahasa satu, bahasa Melayu.” Mendengar hal ini, Yamin pun meradang, Tabrani menyetujui seluruh pidato saya, tetapi kenapa menolak konsep usul resolusi saya. Lagipula yang ada bahasa Melayu, sedang bahasa Indonesia tidak ada. Tabrani tukang ngelamun,” ungkap Yamin. Mengetahui hal ini, Tabrani pun membalas, “Alasanmu Yamin, betul dan kuat. Maklum, lebih paham tentang bahasa daripada saya. Namun saya tetap pada pendirian. Nama bahasa persatuan hendaknya bukan bahasa Melayu, tetapi bahasa Indonesia. Kalau belum ada harus dilahirkan melalui Kongres Pemuda Pertama  ini,” timpalnya. Berdasarkan hal ini, maka ikrar pemuda tidak jadi diproklamirkan dalam Kongres Pemuda pertama.



Kongres Pemuda II, 
kongres ini dilaksanakan pada 27-28 Oktober 1928 yang dimotori oleh PPPI (Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia). Dalam pelaksanaannya, Kongres Pemuda II dilaksanakan di tempat yang berbeda; 27 Oktober dilasanakan di Katholikie Jongenlingen Bond, area Gereja Katedral, Jakarta. Sedangkan pada 28 Oktober dilaksanakan di Oost Java Bioscoop (sekarang Jalan Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat). Dalam Kongres Pemuda II dibentuklah kepanitiaan kongres baru dengan susunan sebagai berikut:

·       Ketua                : Sugondo Djojopuspito (PPPI)

·      Wakil Ketua  : R.M. Djoko Marsaid (Jong Java)

·       Sekretaris      : Muhammad Yamin (Jong Sumatranen Bond)

·       Bendahara     : Amir Sjarifudin (Jong Bataks Bond)

·       Pembantu I    : Johan Mahmud Tjaja (Jong Islamieten Bond)

·       Pembantu II  : R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia)

·       Pembantu III : R.C.L. Sendoek (Jong Celebes)

·       Pembantu IV : Johannes Leimena (Jong Ambon)

·       Pembantu V  : Mohammad Rochjani Su’ud (Pemoeda Kaoem Betawi) 

Hasil rapat hari pertama di Katholikie Jongenlingen Bond

Pada malam hari, ketua Kogres Pemuda II, Sugondo Djojopuspito, menyampaikan pesan dalam sambutannya, “Perceraiberaian itu wajiblah diperangi, agar kita bisa bersatu.”

Selain ketua kongres, Muhammad Yamin, juga menyampaikan pendapatnya, bahwa ada 5 faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia, yaitu (1) sejarah, (2) bahasa, (3) hukum adat, (4) pendidikan, dan (5) kemauan.

Hasil rapat hari kedua di Oost Java Bioscoop dan Gedung Indonesische Clubgebouw

Pada 28 Oktober 1928, pertemuan diadakan dua kali, pagi hari dan sore hari. Pada 08.00-12.00 WIB, di Oost Java Bioscoop, pertemuan membahas masalah pendidikan. KI Hajar Dewantara, Nona Poernomowoelan,  dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis. Sedangkan pada 17.30-23.30 WIB, di Gedung Indonesische Clubgebouw, pertemuan membahas tentang pentingnya pendidikan kepanduan (Pramuka). Theo Pangemanan, anggota INPO (Kepanduan Indonesie Padvinders Organisatie), mengemukakan pendapat bahwa Pramuka tanpa semangat kebangsaan, bukanlah Pramuka, karena pandu sejati adalah pandu berdasarkan semangat kebangsaan dan cinta tanah air.

Menjelang akhir kongres, Muhammad Yamin, menyodorkan secarik kertas kepada ketuan kongres, dan berbisik dengan bahasa Belanda, “Ik heb een elganter formuleren voor de resolutie” (Saya mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan untuk keputusan Kongres ini). Sugondo Djojopuspito yang membacanya langsung memberikan paraf sebagai tanda setuju, diikuti oleh seluruh anggota kongres. Selanjutnya, Muhammad Yamin menjelaskan panjang lebar makna di balik usulan tersebut. Usulan Muhammad Yamin inilah yang kemudian disepakati sebagai Ikrar Sumpah Pemuda; 1) Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia, 2) Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, 3) Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Sebelum Kongres Pemuda II ditutup, Wage Rudolf/ W.R Supratman, meminta izin kepada ketua panitia kongres untuk memperbolehkannya memainkan gubahan lagu ciptaannya, “Indonesia Raya.” Namun, pada pertemuan itu, hanya dilantunkan biola saja untuk menghindari konflik dengan penjajah kala itu. Lantunan biola ini, kemudian disambut antusias oleh seluruh peserta kongres dan semua menginginkannya kelak sebagai lagu kebangsaan ketika Indonesia Merdeka. 


Sumber:

·       Abdul Rahman dkk. 2008. Sumpah Pemuda, Latar dan Pengaruhnya bagi Pergerakan Nasional. Jakarta: Museum Sumpah Pemuda.

·       https://oohya.republika.co.id/lincak/1742937267/2-Mei-1926-Muh-Yamin-Marah-karena-Tabrani-Menolak-Usulan-Bahasa-Melayu-sebagai-Bahasa-Persatuan

·       https://museumsumpahpemuda.kemdikbud.go.id/sejarah-sumpah-pemuda/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Edukasi Taman Safari Prigen di MTsN 1 Kota Malang, Exited!

Cara Sederhana PMR Matsanewa (MTsN 1 Kota Malang) Peringati Hari Palang Merah Indonesia