BERITA
PERINGATAN HARI SANTRI
wawancara bersama narasumber |
Hari Santri Nasional diperingati setiap tanggal 22 Oktober. Hari Santri ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 15 Oktober 2015 melalui penandatanganan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri.
Hari Santri Nasional dilatarbelakangi peristiwa saat
pahlawan nasional KH. Hasyim Asy’ari membacakan seruan berperang kepada
masyarakat Indonesia pada tanggal 22 Oktober 1945. Hari Santri Nasional
ditetapkan dengan maksud untuk mengingatkan umat muslim dan bangsa Indonesia pada
resolusi jihad yang dicetuskan KH. Hasyim Asy’ari pada hari itu.
Pada peringatan Hari Santri kali ini, tim redaksi
JUMAT berkesempatan melakukan wawancara dengan Ustazah Nufus, guru Quran Hadist
MTsN 1 Kota Malang, pada 14 Oktober pukul 12.00. Pada wawancara kali ini, tim
redaksi ingin mencari tahu mengenai makna hari santri juga pengalaman beliau
ketika menjadi santri.
Apa itu Hari Santri menurut Bu Nufus?
“Kalau dari kata santri, kata yang sudah familier digambarkan sebagai anak yang mondok, tapi sebenarnya santri bukan sekedar anak yang mondok di pesantren tetapi siapa pun umat Islam yang berakhlak dan menjiwai akhlak tersebut seperti santri dapat juga disebut sebagai santri. Hari santri sendiri adalah momen di mana pemerintah mengapresiasi peran santri dalam bangsa Indonesia. Hari santri adalah flashback perjuangan santri dan para ulama pada resolusi jihad pada masa itu sehingga pesantren dapat tetap eksis hingga sekarang ini. Jadi, jika ada yang mengatakan pesantren disisihkan, santri tidak memiliki peran sama sekali, santri hanya memikirkan agama, itu adalah hal yang salah karena santri juga cukup berperan dalam memperjuangkan dan mengisi kemerdekaan”
Ibu Mutifatunufus atau yang sering dipanggil Bu Nufus
sudah menjadi santri semenjak lulus dari sekolah dasar hingga sudah lulus dari
perguruan tinggi. “Pertama, saya ingin mandiri. Kedua, Saya ingin mencari
pengalaman” Jawab Bu Nufus ketika kami tanyakan mengenai alasan beliau ingin
menjadi santri. Dimulai dari mendengar sebuah petuah dari seorang tokoh “kalau
kamu ingin ilmu yang banyak, keluarlah” yang membuat beliau memutuskan untuk
masuk ke dalam pondok. Tidak ada satu pun penyesalan yang dirasakan oleh Bu
Nufus selama menjadi santri di pesantren, justru rasa bangga sebagai santri
yang dirasakan oleh beliau.
Berada di pondok untuk waktu yang cukup panjang
pastinya memberikan banyak pengalaman dan juga pelajaran untuk beliau. “Ada
kegiatan seperti diberi kesempatan untuk mengamalkan ilmu kepada masyarakat
sekitar. Pada waktu itu, saya pun belum selesai belajar tetapi saya sudah mulai
mengajari anak-anak kecil di sekitar pondok” tambah Bu Nufus mengenai
pengalaman yang sangat berkesan bagi beliau.
Tapi, yang namanya menuntut ilmu pasti ada yang
namanya kendala, pasti ada suka dan dukanya. “Namanya santri tentu ada suka dan
dukanya, kesan yang kurang enak juga pasti ada seperti kangen orang tua dan
rumah, kehabisan uang, makan seadanya, dan cerita lain yang kurang enak.
Tetapi, ketika sudah lulus dari pesantren cerita itu jadi enak untuk
diceritakan” sambung Bu Nufus.
Jangan pernah
putus asa dalam mencari ilmu, menapaki jalan Allah pastinya ada banyak kendalanya tetapi
jika kita terus berusaha, kendala itu akan menghilang seiring berjalannya
waktu. “Menuntut ilmu diniatkan untuk ibadah sehingga ketika kita sudah keluar
dari sini, ilmu itu akan berkah. Apabila niat kita benar, insya Allah ilmu itu
akan berkah meskipun bukan pembelajaran agama”
Narasumber:
Bu Munifatunufus S.Ag.
Pewawancara:
Andini Estiyanti Wibowo
Fotografer:
Nashira Kirana Rabbani
Penulis:
Azzalea Syahjihan Purnomo
Editor:
Sekar Dwi Pradnya Paramitha
Komentar
Posting Komentar